REMAJA DAN SEXUALITAS
oleh: Yusup Rogo Yuono
Pendahuluan
Permasalahan sex
pra nikah dikalangan remaja adalah suatu masalah yang serius dalam etika
Kristen. Bukan hanya karena jumlahnya yang semakin banyak, tetapi juga karena
underpinning yang memandang kegiatan sexsual ini sebagai sesuatu yang normal.
Tingginya
tingkat kehamilan di luar nikah yang berhubungan dengan tindakan aborsi menjadi
bukti yang sulit dibantah. Seperti yang dinyatakan para futurolog barat yang
mengatakan bahwa telah terjadi perubahan fungsi seksual dari prokreasi ke
rekreasi, masyarakat seharusnya mulai menyadari adanya pergeseran norma seksual
pada kaum remaja.
Minimnya usaha masyarakat untuk
mendiskusikan masalah sex kepada generasi muda telah membawa ekses yang buruk.
Ada banyak faktor yang membuat masyarakat tabu membicarakan hal-hal yang
menyangkut seksualitas, antara lain : faktor budaya yang melarang pembicaraan
mengenai seksualitas di depan umum, karena dianggap sebagai sesuatu yang porno
dan sifatnya sangat pribadi sehingga tidak boleh diungkapkan kepada orang lain.
Pengertian seksualitas yang ada di masyarakat masih sangat sempit, pembicaraan
tentang seksualitas seolah-olah hanya diartikan kepada hubungan seks. Padahal
secara harafiah seks artinya jenis kelamin, sama sekali tidak porno karena
setiap orang tentu memiliki alat kelamin. Seksualitas sendiri artinya segala
hal yang berhubungan dengan jenis kelamin, termasuk bagaimana cara kerjanya dan
cara merawat kesehatannya agar tetap dapat berfungsi dengan baik.
Dalam makalah ini penulis mencoba
melihat kenyataan perilaku seks remaja
yang ada sekarang ini. Kemudian penulis juga akan memaparkan sebab-sebab
terjadinya sex pranikah dikalangan remaja, kerugian-kerugian yang dialami
remaja pasca melakukan sex pranikah, langkah-langkah penanganan dan tindakan
prefentif yang dipakai untuk menyelesaikan masalah. Dan akhirnya penulis akan mencoba membuat tinjauan etis teologis
dari pandangan narasi alkitab mengenai perilaku seks pranikah ini.
Perilaku Seks Remaja
- Fakta Yang Ada
Di Indonesia angka sexualitas
remaja yang belum menikah sulit untuk diketahui dengan pasti . namun
berita-berita di media massa tentang hasil-hasil penelitian sex sebelum
menikah, lepas dari keabsahan penelitian tersebut, menunjukkan kecenderungan
bahwa sex pranikah sudah memasuki tahab yang mengawatirkan.
Sebagai contoh data mengenai
survey-survey dibeberapa tempat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tertentu
yang menginformasikan mengenai perilaku sex anak-anak muda. Kota Yogyakarta
pada pertengahan tahun 2002 pernah dihebohkan oleh sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) tentang virginitas
mahasiswi di Yogyakarta. Lembaga ini melaporkan telah melakukan survei terhadap
1.660 responden mahasiswi dari 16 perguruan tinggi di Yogyakarta, antara Juli
1999 sampai Juli 2002. Yang menghebohkan adalah hasilnya yang menyatakan bahwa
97,5 persen dari responden mengaku telah kehilanganvirginitasnya .
Sementara itu dalam Kongres Nasional I Asosiasi Seksologi
Indonesia (Konas I ASI) di
Denpasar Juli 2002, Hudi Winarso dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya juga mengemukakan penelitian serupa. Dari angket yang disebarkan pada bulan April 2002 terhadap 180 mahasiswa perguruan tinggi negeri di Surabaya, berusia 19 hingga 23 tahun, ternyata 40 persen mahasiswa pria telah melakukan hubungan seks pra nikah .
Kemudian sebuah lembaga bernama Synovate Research di tahun 2004 melakukan survei mengenai perilaku seks remaja di empat kota, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Survei ini mengambil 450 responden dari empat kota tersebut, dengan kisaran usia 15 - 24 tahun, kategori masyarakat umum dengan kelas sosial menengah ke atas dan ke bawah. Hasilnya dilaporkan bahwa 44 persen responden mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di usia 16 sampai 18tahun. Sementara 16 persen lainnya mengaku pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13 sampai 15 tahun . Di Bandung juga diberitakan oleh harian Pikiran Rakyat, sedikitnya 38.288 remaja di Kab. Bandung diduga pernah berhubungan intim di luar nikah atau melakukan seks bebas.
Denpasar Juli 2002, Hudi Winarso dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya juga mengemukakan penelitian serupa. Dari angket yang disebarkan pada bulan April 2002 terhadap 180 mahasiswa perguruan tinggi negeri di Surabaya, berusia 19 hingga 23 tahun, ternyata 40 persen mahasiswa pria telah melakukan hubungan seks pra nikah .
Kemudian sebuah lembaga bernama Synovate Research di tahun 2004 melakukan survei mengenai perilaku seks remaja di empat kota, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan. Survei ini mengambil 450 responden dari empat kota tersebut, dengan kisaran usia 15 - 24 tahun, kategori masyarakat umum dengan kelas sosial menengah ke atas dan ke bawah. Hasilnya dilaporkan bahwa 44 persen responden mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di usia 16 sampai 18tahun. Sementara 16 persen lainnya mengaku pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13 sampai 15 tahun . Di Bandung juga diberitakan oleh harian Pikiran Rakyat, sedikitnya 38.288 remaja di Kab. Bandung diduga pernah berhubungan intim di luar nikah atau melakukan seks bebas.
Berdasarkan hasil polling LSM
Sahabat Anak Remaja (Sahara) terungkap, sekira 20% dari 1.000 remaja di daerah
perkotaan Kab. Bandung melakukan seks di luar nikah, sedangkan di pedesaan
antara 5%-7% .
Apabila sinyalemen ini benar, sudah sewajarnya
informasi dari data-data di atas
melahirkan keprihatinan bahwa telah terjadi degradasi kualitas moral
dalam masyarakat dan remaja Indonesia. Hal yang lebih mengerikan adalah data terbaru yang penulis dapatkan yang di
umumkan oleh BKKBN, yang memberitahukan bahwa :Berdasarkan survei, 63% remaja
SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan seks. Sebanyak 21% Di antaranya
melakukan aborsi. Menurut Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi
BKKBN, M Masri Muadz, data itu merupakan hasil survei oleh sebuah lembaga
survai yang mengambil sampel di 33 provinsi di Indonesia pada 2008.
Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan penelitian 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, ditemukan sekitar 47% hingga 54 % remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah.
Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan penelitian 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, ditemukan sekitar 47% hingga 54 % remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah.
Realita di atas menunjukkan bahwa
perilaku sex remaja yang ada sekarang ini sudah sangat memprihatikan. Masalah
tersebut membutuhkan penanganan yang serius dari berbagai pihak.
Sebab-sebab perilaku
sex pranikah remaja
Menurut Eka
Darma Putra yang mengutip opini Barclay, ada tiga alasan yang paling kerap
dikemukakan orang, guna membenarkan kegiatan seksual yang dilakukan sebelum --
atau di luar -- perkawinan.
Pertama, adalah ANTISIPASI. Ini adalah kegiatan seksual yang dilakukan oleh
sepasang anak manusia yang saling mencinta. Begitu rupa, sehingga mereka merasa
yakin dan pasti, bahwa pada suatu saat mereka akan menikah.
Kedua
adalah SIMULASI. "mencoba" itu perlu, agar orang mengetahui dengan
pasti, bahwa memang "dia"lah orangnya, dengan siapa ia akan
menghabiskan seluruh sisa umurnya. Caranya? Dengan "hidup bersama"
dulu. "Hidup bersama" dijadikan "simulasi" atau
"tiruan" hidup perkawinan yang sesungguhnya.
Ketiga
adalah alasan yang mengatakan bahwa ESENSI adalah segala-galanya. Perkawinan
itu lebih daripada sekadar secarik kertas atau sebuah seremoni. Esensi sebuah
perkawinan adalah komitmen untuk membangun relasi. Inilah yang terpenting,
dengan atau tanpa perkawinan. Dengan atau tanpa formalitas.
Factor-factor penyebeb terjadinya
hubungan sex pada remaja
Pada bagian ini penulis
mengklasifikasikan beberapa factor yang menjadi stimulus terjadinya hubungan
sex pada kalangan remaja. Factor-faktor tersebut antara lain
a.
Factor internal
-
Pengetahuan mereka tentang seksualitas sedemikan
minimnya. Akibatnya tidak dapat disalahkan sepenuhnya bahwa mereka melakukan
kegiatan seksual yang menyimpang karena ketidaktahuan dan coba-coba.
-
Pubertas dini disebut-sebut sebagai penyebab perilaku
seksual di masa dini. Dorongan libido yang begitu besar membuat mereka
berperilaku “aneh” tanpa berpikir panjang.
b.
Factor eksternal
-
Lingkungan keluarga, yaitu “rapuhnya jalinan kasih-sayang dalam
institusi keluarga. Tidak sedikit orangtua di era kekinian yang lebih sibuk
dengan urusan pribadinya masing-masing atau lebih berorientasi materialistik.
Perhatian dan kasih-sayang terhadap anak kerap lebih diaktualisasikan dengan
pemenuhan kebutuhan biologis/fisik sang anak tanpa mempedulikan kebutuhan
psikologisnya”. Atau dapat dikatakan minimnya pendidikan sex dalam keluarga.
-
Lingkungan pergaulan, sikap menutup diri dari orang tua
membuat anak remaja akan berusaha
mencari penjelasan di luar lingkungan keluarga, yang dalam hal ini adalah
kelompok sebaya mereka. Yang manjadi permasalahannya dari hal ini yaitu
informasi yang disharingkan oleh teman sebaya ini sangat dipertanyakan
keakuratannya.
“Bahkan dalam penelitian diketahui bahwa banyak remaja pria siswa sekolah
menengah telah melakukan hubungan seksual pra nikah dengan tujuan tidak hanya
sekedar mencari kepuasan seksual melainkan juga sebagai bukti keperkasaan agar
diakui kelompoknya”.
Biasanya yang dilakukan teman sebaya ini adalah mereka melakukan
indoktrinasi yang salah. “Teman-teman sebaya mereka ini mengatakan bahwa
hubungan seks akan membuktikan kejantanan dan kewanitaan seseorang. Sementara
beberapa remaja mendapat tekanan dari sang pacar, dilengkapi lagi oleh rasa
ingin tahu. Dia merasa hidup ini belum lengkap jika belum merasakannya”.
-
Dampak globalisasi media. Globalisasi media merupakan salah satu
faktor utama yang menyebabkan begitu mudahnya budaya-budaya asing masuk ke
dalam ruang kehidupan masyarakat Indonesia yang tidak dapat di filter lagi.
Sebagai contoh yaitu berupa
Iklan di TV, film, foto-foto di majalah, situs-situs di internet. Bahkan dewasa ini anak
remaja dapat dengan mudahnya mengakses situs-situs porno di internet. Sajian
tersebut “menyiarkan pesan yang dangkal, tetapi dengan lihai mampu menarik
perhatian”[1].Lewis B. Smedes yang
menuliskan opininya bahwa“one of the effects of media exploitation is that
sexual intercourse has lost its moral mystigue”[2].
-
Stimulus lain yang juga berpengaruh terhadap perilaku
seksual remaja adalah semakin banyaknya contoh-contoh buruk dari perilaku
seksual orang dewasa (bisa jadi orang tua, pendidik, pejabat, bahkan tokoh
agama sekalipun).
c.
Adanya pandangan-pandangan yang melegalkan perilaku sex
bebas
-
Teologi liberal. Dari sini muncul neo ortodox dan etika
situasi. Garis antara dosa dan kebenaran menjadi kabur. Bagi sebagian sarjana
Neo Ortodox, firman Allah bukan lagi menjadi firman yang diwahyukan, tetapi
hanya kesaksian iman terhadap firman Allah. Kasih menjadi satu-satunya hukum
yang absolut, maka suatu usaha telah dilakukan untuk membenarkan pelacuran,
percabulan dalam beberapa situasi jika tindakan itu dimotivasi oleh “cinta.”
Alasan lain penganut liberal melegalkan hubungan sex pranikah adalah “(1)
Hubungan sex sebelum menikah telah berkembang pesat. Hampir setiap orang
melakukannya kecuali segelintir orang-orang gereja yang picik. (2) oleh sebab
setiap orang melakukannya, maka hal itu secara social dapat diterima dan benar;
dan dengan demikian peraturan-peraturan moral kita harus diubah disesuaikan
dengan apa yang telah dilakukan semua orang”[3].
-
Penyebab lain yang membantu berkembangnya seks diluar
perkawinan adalah Filsafat Hedonisme, yang stressing
utamanya hanya kepada kepuasan duniawi dengan ajaran yang merendahkan nilai Humanisme.
“Hedonisme bertolak dari anggapan bahwa manusia hendaknya hidup sedemikian rupa
sehingga ia dapat semakin bahagia”[4].
-
Pandangan new Morality. Pandangan ini mengatakan “free
sex senantiasa berdasarkan “matual agreement” (persetujuan bersama yaitu kedua
belah pihak). Oleh karena itu tidak boleh dipermasalahkan”[5].
Dalam persepsi new morality persetubuhan walaupun diluar nikah, dapat diterima
baik dalam keadaan tertentu untuk melepaskan tekanan lahir batin seseorang.
d.
Adanya situasi
yang mendukung keberlangsungan sex bebas
-
Adanya rasa sayang dan
cinta secara berlebihan yang bisa atau rela memberikan apa saja kepada orang
yang dicintai atau disayanginya termaksud keperawanannya.
-
Kesempatan Tempat yang bisa
terjadi disaat-saat tertentu yang bisa mengawali hal tersebut terjadi
contohnya, di tempat kos’an atau kontrakan, hotel, motel, wisma dll.
-
Terlalu berani melakukan hal-hal
yang bisa mengundang syahwat yang berlebihan disaat pacaran
Akiabat atau dampak sex pra-nikah
1. Keterikatan (ketagihan)
Remaja yang telah melakukan sex pra nikah mereka akan
mengalami “ketagihan” untuk melakukannya terus. “Hampir 50 % terutama anak muda
yang pastinya sudah melakukan hal tersebut bisa dilakukan atau mengulanginya
sampai dua kali atau bahkan lebih”.
2. Penyakit Kelamin
Umumnya yang dipikirkan hanya having fun-nya saja,
resiko belakangan. Kebanyakan begitu percaya bahwa "kondom" adalah
dewa penyelamat, super bisa menghandle segala resiko yang timbul belakangan.
Beberapa contoh penyakit kelemin yang mungkin terjadi antara lain: “gonore (go), herpes genitalis, uretritis, infeksi trichomonas vaginalis, kandidas genital, ulkus mole, granuloma inguinale, sifilis” dan lain-lain.
Beberapa contoh penyakit kelemin yang mungkin terjadi antara lain: “gonore (go), herpes genitalis, uretritis, infeksi trichomonas vaginalis, kandidas genital, ulkus mole, granuloma inguinale, sifilis” dan lain-lain.
3. Kehamilan
Remaja yang mengadakan hubungan seks tentunya memiliki
kemungkinan untuk hamil walau menggunakan alat kontrasepsi. Setiap metode pasti
memiliki persentase kegagalan. Bahkan remaja yang secara rutin mengkonsumsinya.
Meskipun dia tidak akan hamil, apakah dia bisa menjamin tidak akan terjadi
apa-apa di masa yang akan datang.
4. Aib seumur hidup dan konflik emosional
Adanya perasaan bersalah
yang berlarut-larut. J Irvin Sands menyatakan “perbuatan seksual sebelum
pernikahan oleh kaum wanita meninggalkan bekas buruk pada bagian emosional dan
kepribadian wanita yang bersangkutan. Perbuatan-perbuatan ini merupakan sumber
konflik emosional”[6]. Paralel
dengan pendapat di atas Sutjipto Subeno mengungkapkan “setelah semua itu
terjadi, wanita itu marah, kecewa, sedih, tetapi itu semua sudah terjadi dan
tidak bisa ditarik kembali. Selanjutnya perasaan yang muncul adalah ketakutan
ditinggal oleh sang kekasih yang telah merenggut keperawanannya”[7].
5. Mereka
akan memandang satu sama lain dengan perasaan berbeda dari sebelumnya.
Si
gadis mungkin akan tampak kurang menarik dan perasaan si pria terhadap gadis
itu tidak akan membara. Sementara si gadis mungkin akan merasa dimanfaatkan
atau bahkan direndahkan. Biasanya sepasang kekasih yang telah menyelami
hubungan seksual pranikah memiliki persentase yang cukup besar untuk berpisah.
Ini disebabkan oleh rasa curiga, tidak percaya dan perasaan cemburu berkembang
dalam hati.
6. Hilangnya
kehangatan
Dampak yang lainnya dari sex pranikah adalah mengurangi kemesraan dalam
perkawinan. Dalam hubungan seks pranikah yang ditekankan adalah memenuhi hawa
nafsu dan hanya segi-segi fisik dari seks, tidak ada respek satu sama lain
karena hawa nafsu yang tidak terkendali dan pola mementingkan diri. Perasaan
lainnya adalah ‘mereka kehilangan rasa hormat dan respek satu terhadap yang
lain, karena mereka saling memandang akan lawan jenisnya sebagai alat pemuas”[8].
Sedangkan
dalam pernikahan, hubungan intim yang sehat menuntut pengendalian diri.
Fokusnya adalah pada memberi, ‘memenuhi kewajiban seks terhadap pihak yang
satunya’, dan bukannya mendapatkan atau menerima. “Survei menyatakan bahwa
mereka yang sudah mengadakan hubungan seks pranikah berpotensi dua kali lebih
besar melakukan perzinahan setelah menikah.
7. Hubungan
sex sebelum pernikahan mempunyai pengaruh yang merusak terhadap sikap-sikap dan
konsep-konsep pemuda tentang seks[9].
Kaum muda biasanya menganggap seks sebagai sesuatu yang
indah dan dinanti-nantikan bila sebelum nikah mereka tidak melakukan percobaan
seks. Pengalaman-pengalaman seks yang pertama biasanya tidak menyenangkan dan
memberi kesan-kesan yang dalam dan tidak mudah dilupakan. Biasanya kelakuan itu
berat sebelah, di mana si gadis dengan ragu-ragu menyerahkan diri, sedangkan si
pria bersifat sangat egosentris dan dengan tergesa-gesa dan secara kaku
memuaskan hawa nafsunya sendiri. Persetujuan bersama dalam melakukan hal ini
hampir tidak ada. Pengalaman ini sama sekali tidak menyenangkan ataupun
memuaskan si gadis (sebab biasanya ia mengalami sakit), justru menjadikannya
kecewa. Dia merasa ada sesuatu yang salah dalam dirinya. Sering kali si pria
merasakan si gadis diam-diam saja merasa bahwa dia bukan jantan tulen. Rasa
bersalah membuat mereka merasa sulit berhari-hari. Sebenarnya secara seksuil
tidak ada yang salah di dalam diri
keduanya. Masalahnya ialah bahwa tidak mungkin mereka mendapatkan kepuasan
dalam situasi seperti itu”[10].
Tindakan Prenfentif
(penanganan)
a.
Pada lingkungan keluarga
Menciptakan
sebuah rumah tangga rohani yang kuat. “Orang-orang muda memerlukan
sebuah rumah tangga dimana orang tua berperan sebagai model hidup yang
berkomitmen kepada Kristus.
Orangtua
sebagai penanggung jawab utama terhadap kemuliaan perilaku anak, harus
menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dalam keluarganya. Kondisi rumah
tangga harus dibenahi sedemikian rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.
Hal ini penting karena “anak memerlukan kemesraan, kasih, keamanan. Oleh sebab
itu rumah mereka harus menjadi home bagi mereka”[11].
Keteladanan
orangtua juga merupakan faktor penting dalam menyelamatkan moral anak. Orangtua
yang gagal memberikan teladan yang baik kepada anaknya, umumnya akan menjumpai
anaknya dalam kemerosotan moral dalam berperilaku.
b.
Pendidikan sex
Pendidikan seks berusaha untuk menempatkan seks pada
perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks.hal ini
penting karena remaja yang sedang mengalami masa pubertas mempunyai dorongan
atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya
dan mulai timbul rasa ketertarikan pada lawan jenisnya.
Pendidikan seks diperlukan untuk menjembatani antara
rasa keingintahuan remaja tentang hal itu dan berbagai tawaran informasi yang
vulgar, dengan cara pemberian informasi tentang seksualitas yang benar, jujur,
lengkap, dan disesuaikan dengan kematangan usianya.
Pendidikan
seks yang benar adalah pendidikan seks yang dapat menjelaskan kepada para
remaja mengenai seksualitas dalam dimensinya yang ternyata sangat luas, yang
dapat memadukan antara pengetahuan, perilaku seksual dan komitmen/akibat yang
akan dicapai, antara emotional attachment (cinta dan nafsu) dengan
tanggung jawab yang harus dipikul.
Dengan adanya
pengetahuan atau informasi aktual yang benar dan utuh serta perilaku yang
bertanggung jawab, misalnya risiko hamil, maka remaja akan berpikir dua kali untuk
melakukannya yang cenderung yang bersikap coba-coba itu. Remaja akan terbantu
dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Penulis berpendapat bahwa lewat
pendidikan sex, tindakan ini dapat meminimalisir tindakan sex pranikah.
Walaupun ada opini yang mengatakan “pendidikan seks di sekolah justru memicu
rasa penasaran remaja yang tadinya ‘alim’ untuk turut ‘mencoba-coba’ dengan
referensi TV dan film”.
c.
Pendekatan kepada pemerintah
Langkah
ini dapat ditempuh dengan membuat regulasi yang dapat melindungi anak-anak dari
tontonan yang tidak mendidik. Perlu dibuat aturan perfilman yang memihak kepada
pembinaan moral bangsa. Pembatasan situs-situs di internet, dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal ini Borong memberikan pendapatnya yaitu “pemerintah harus
menertibkan media dan pelaku pornografi melalui konstitusi dan kesadaran
produsen. Pemblokiran ciber porno melalui kebijakan konstitusi negara atau
pribadi, khususnya keluarga”[12].
Mengingat ciber porno merupakan tekanan pornografi yang paling kuat dan paling
mudah diakses bagi mereka yang punya saluran internet.
d.
Pendidikan moral
Pendidikan moral yang dimaksudkan di sini adalah pendidikan
moral dan agama di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam lingkungan
masyarakat gereja mempunyai peranan yang vital. Seperti yang diungkapkan Erwin
J. Kolb “the church has a very special responsibility in this area. It begin
with a positive view of sex as God-given an therefore in itself good. Building
on this truth, it provides help for people of all age to respect their bodies
and develop whole some attitudes toward their omn sex and the other sex”[13].
Pada sisi yang lain, realita menunjukkan kerap kali
orangtua lebih mengedepankan pemenuhan kebutuhan material daripada immaterial
bagi anak-anaknya. Pendidikan moral dan agama lebih dipercayakan kepada lembaga
pendidikan (sekolah) yang berlangsung hanya beberapa jam saja.
Keluarga sebagai institusi yang paling fundamental
perlu juga lebih meningkatkan kualitas pendidikan moral dan religi agar para
generasi muda memiliki bekal yang kuat sebelum melangkah jauh menapaki alam
sosial yang lebih luas
Tinjauan etis
teologis
Di Barat muncul
teolog-teolog kristen yang justru membela praktik ini. Salah satunya yang
paling terkenal, adalah Joseph Fletcher. “Joseph Fletcher adalah tokoh paling
terkenal sebuah aliran dalam etika yang dinamakan etika situasi. Etika situasi
menolak adanya norma-norma moral umum karena kewajiban moral menurut mereka
tergantung dari situasi konkret”[14].
Profesor etika Kristen ini antara lain menulis, "Kultus keperawanan
agaknya akan menjadi benteng perlawanan terakhir terhadap kebebasan seks, dan
pasti akan ambruk. Sebab kini, berkat perkembangan di bidang kedokteran, orang
bisa bebas melakukan kegiatan seksualnya tanpa dibayangi ketakutan seperti
sebelumnya". Statement yang lain yang disampaikan Fletcher antara lain :
pasangan Kristen yang belum menikah boleh saja memutuskan untuk melakukan
hubungan sex jika alasannya baik, misalnya supaya sang perumpuan hamil dan
memaksa orang tua untuk menikahkan mereka.
Josh McDonell
dan Dick Day menuliskan, Jika sex pranikah dilandasi cinta dan saling
menyayangi, dan jika kedua belah pihak bisa meyakinkan bahwa tidak akan terjadi
kehamilan ataupun penularan penyakit dan tidak ada yang disakiti, apa salahnya.
Melihat
argumentasi di atas penulis berpendapat bahwa argumentasi berdasarkan etika
situasi tidak dapat dijadikan landasan untuk etika Kristen. Etika Kristen
haruslah bertitik tolah dari narasi alkitab sebagai narasi komunitas Kristen
walaupun ada yang menyebutkan bahwa narasi alkitab tidak menyebutkan secara
spesifik bahwa perilaku sex pranikah itu dilarang.
Penulis menempatkan diri pada
posisi dengan opini bahwa sex pranikah merupakan tindakan yang tidak dapat
diterima dalam etika Kristen. Apakah seks sebelum perkawinan atau seks diluar
perkawinan. Hubungan seks apapun dengan siapapun selain dari dengan pasangan
nikahnya adalah disalahkan di dalam Alkitab.
Sex merupakan
hal yang indah dalam pemandangan Tuhan, dirancang dengan tujuan sebagai sarana
meneruskan keturunan. Seperti yang tertulis dalam Kejadian 1:28. Sependapat
dengan hal ini Herbert J. Milles mengatakan “we have sex in the creation of man
and women for the perpose of procreation”[15].
Hubungan sex diluar pernikahan, biasanya berorientasi hanya untuk memuaskan
hawa nafsu dan bukan untuk propagasi. Ini merupakan tindakan penyimpangan dari
rancangan sex yang semula.
Tujuan yang lain
dari sex adalah unifikasi. Yesus memberikan pengajaran-Nya dalam Matius 19:4-6
: Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia
sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab
itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan
satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia".
Ayat-ayat ini
menyatakan bahwa Allah menciptakan kita laki-laki dan perempuan. Jadi seksualitas
adalah sebuah karunia dari Allah. Allah berkata, “karena itu” yaitu oleh karena
seksualitas, laki-laki akan “meninggalkan” dan “bersatu.” Perekat Ilahi yang
menyebabkan bersatu atau ikatan bersama adalah seksualitas. Sebab itulah seks
adalah sebuah karunia dari Allah. Seks bukanlah sesuatu yang memalukan. Seks
itu dirancang untuk memberkati hubungan perkawinan dengan suka-cita dan
kesenangan.
Sex pranikah adalah dosa karena bukanlah rencana Allah dank
karena itu sulit dipahami itu sebagai sesuatu yang dikenan-Nya. Seperti yang
tertulis dalam Efesus 5:31, teks ini diambil dari kejadian 2:24 yang berbicara
mengenai pernikahan. Tindakan hubugan sex mempunyai makna yang dalam bagi Allah
(penyatuan antara laki-laki dan perempuan sebagai satu daging dan satu tubuh)
dan hanya dapat dilakukan dalam koridor pernikahan. Bila hal ini telah
dilakukan dalam proses pacaran dan kemudian berpisah tentu akan mengakibatkan
pemutusan hubungan itu lebih menyakitkan.
Dalam 1 Korintus 6:18 dipaparkan bahwa :" Jauhkanlah dirimu
dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar
dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya
sendiri ." Artinya Allah telah memberikan anugerah yang indah kepada
manusia berupa sex yang dilakukan dalam pernikahan, untuk membuat pernikahan
itu suatu hubungan yang unik. Untuk itulah hubungan sex dalam pernikahan
merupakan seuatu hubungan yang baik. Sedangkan diluar pernikahan bubungan sex
membawa konflik yang merusak. Konflik ini pada mulanya mungkin tidak terlihat,
namun lama-kelamaan akan membawa dampak yang buruk bagi kedua belah pihak.
Dalam
Galatia 5:19, memberikan pengertian bahwa perbuatan daging/dosa yang paling
pertama disebut dan dipaparkan adalah dosa percabulan atau sex. Hal ini bukan
kebetulan, tetapi jelas dosa sex atau percabulan berbeda dengan dosa yang lain
yang dilakukan manusia. Dosa percabulan menjadi perhatian serius oleh Paulus.
Ini akan
semakin jelas bila diletakkan bersama dengan teks dalam I Tesalonika 4:3-5: sex
merupakan anugrah Allah yang baik yang diberikan Allah kepada manusia yang
dirancang dalam pernikahan. Perilaku sex diluar pernikahan akan membuat sex itu
bukan lagi sebagai berkat malah akan menjadi kutuk, karena berbagai ekses yang
dapat ditimbulkan seperti penularan penyakit, kehamilan, dan masalah-masalah
batin dan social yang ditimbulkannya.
Kesimpulan
Kebungkaman banyak orang terhadap
masalah seks pra-nikah, adalah ke"diam"an yang berbahaya. Melihat fenomena remaja dan
sexualitas, seharusnya menyadarkan semua elemen masyarakat untuk melakukan misi
menyelamatkan moral serta memperbaiki perilaku generasi muda .Misi ini menjadi
tanggung jawab bersama, tanggung jawab dari seluruh elemen bangsa. Jika misi
ini ditunda, maka semakin banyak generasi muda yang menjadi korban dan tidak
menutup kemungkinan kita akan kehilangan generasi penerus bangsa
Dalam usaha merebaknya budaya seks bebas di
kalangan kaum muda sangat diperlukan penanganan yang koordinatif , bukan hanya
membebankannya instansi pendidikan,
namun juga harus menjadi tanggung jawab bagi keluarga dan instansi pemerintah. Pengertian yang keliru tentang Seksualitas akan berdampak kepada
tindakan/gaya hidup seksualitas yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Generasi tua perlu memberikan pemahaman yang benar mengenai sek. Generasi muda
perlu memiliki sikap selektif dalam mencari informasi mengenai keingintahuannya
dalam masalah sek.
Sek
merupakan hal yang indah yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Keindahannya
akan terasa apabila dilakukan dalam koridor yang benar, yaitu melalui
pernikahan. Sek akan menjadi malapetaka apabila ditempatkan bukan pada
tempatnya dan waktunya.
Daftar Pustaka
Borong, Robert P.. Etika Seksual Kontenporer. Bandung: INK
Media. 2006
Hershberger, Anne K.
Seksualitas Pemberian Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008
Kolb, Erwin J.. Parent Guide To Christian Conversation
About Sex. London: Concordia Publishing house. 1967
Marx, Dorothy
I.. Pandangan Agama Kristen Tentang New Morality. Bandung: Kalam Hidup. 1973
Marx, Dorothy I. Itu Kan Boleh. Bandung: Kalam Hidup. t.th
Miles, Herbert J.
Sebelum Menikah Pahamilah Dulu Seks. Jakarta: BPK Gunung Mulia.1986
Miles, Herbert J.
Sexual Happines In Mariage. Grands Rapis: Zondervan Publishing House. 1981
Richards, Larry.
Berpacaran Sampai Di Mana Batasnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1986
Smedes, Lewis B.. Sex
For Christians. Grand Rapids:WM.B Eer Dmans Publishing co.1976
Subeno, Sutjipto.
Pernikahan Kristen. Surabaya: Momentum. 2008
Suseno, Franz-Magnis.
Etika Abad Keduapuluh. Yogyakarta:
Kanisius. 2006
Suseno, Franz-Magnis. Etika Dasar Masalah-masalah
Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. 1987
Verkuil, J. Etika
Kristen Seksuil. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993
[1] Anne K.
Hershberger. Seksualitas Pemberian Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008, hlm
56
[2] Lewis B.
Smedes. Sex For Christians. Grand Rapids:WM.B Eer Dmans Publishing co.1976, hlm
111
[3] Herbert
J. Miles. Sebelum Menikah Pahamilah Dulu Seks. Jakarta: BPK Gunung Mulia.1986,
hlm 75
[4]
Franz-Magnis Suseno. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius. 1987, hlm 113
[5] Dorothy
I. Marx. Pandangan Agama Kristen Tentang New Morality. Bandung: Kalam Hidup.
1973, hlm 100
[6] Larry
Richards. Berpacaran Sampai Di Mana Batasnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1986,
hlm 25
[7] Sutjipto
Subeno. Pernikahan Kristen. Surabaya: Momentum. 2008, hlm 83
[8] Dorothy
L. marx. Itu Kan Boleh. Bandung: Kalam Hidup. t.th, hlm 62
[9] Herbert
J. Miles. Sebelum Menikah Pahamilah Dulu Seks. Jakarta: BPK Gunung Mulia.1986,
hlm 39
[10] Ibid
[11] J
Verkuil. Etika Kristen Seksuil. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993, hlm 175
[12] Robert
P. Borong. Etika Seksual Kontenporer. Bandung: INK Media. 2006, hlm 44
[13] Erwin
J. Kolb. Parent Guide To Christian Conversation About Sex. London: Concordia
Publishing house. 1967, page 34
[14]
Franz-Magnis Suseno. Etika Abad
Keduapuluh. Yogyakarta: Kanisius. 2006, hlm 111
[15] Herbert
J. Milles. Sexual Happines In Mariage. Grands Rapis: Zondervan Publishing
House. 1981, page 27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar